Perbandingan Hukum Nasional dan Hukum Islam Terkait Cryptocurrency di Indonesia
Halo sahabat muslim.
pada blog kali ini saya akan membahas singkat terkait dengan Cryptocurrency di Indonesia, bagaimana pandangan dari Hukum Nasional dan Hukum Islam. Sebagai seorang muslim perlu rasanya kita memahami bagaimana pandangan hukum terkait dengan Cryptocurrency ini, supaya kita juga berhati -hati dalam menyimpulkan suatu terkait dengan hal ini dan terutama suapaya kita paham dengan bagaimana hukum mengatur Cryptocurrency di Indonesia ini. Mari baca dan pahami isi dari artikel kami jika ada kekurangan atau isi yang kurang jelas kami mohon maaf.
Pendahuluan
Cryptocurrency menjadi salah satu inovasi finansial yang paling banyak diperbincangkan dalam beberapa tahun terakhir. Mata uang digital ini menawarkan kemudahan transaksi tanpa perantara, bersifat global, dan berpotensi mengubah sistem keuangan konvensional. Namun, di Indonesia, keberadaannya menimbulkan pertanyaan dari sisi legalitas hukum nasional dan kesesuaian dengan prinsip-prinsip syariah dalam Islam. Artikel ini akan membahas bagaimana cryptocurrency dipandang oleh hukum negara dan hukum Islam di Indonesia.
Pengertian Cryptocurrency
Cryptocurrency adalah mata uang digital yang menggunakan teknologi kriptografi dan sistem blockchain untuk menjamin keamanan transaksi serta mencegah pemalsuan. Mata uang ini tidak diatur oleh otoritas pusat seperti bank sentral, melainkan terdesentralisasi melalui jaringan komputer.
Pandangan Hukum Nasional terhadap Cryptocurrency
Di Indonesia, cryptocurrency tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menegaskan bahwa Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia.
Meskipun demikian, pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) telah mengklasifikasikan cryptocurrency sebagai komoditas digital yang dapat diperjualbelikan di bursa berjangka. Artinya, masyarakat diperbolehkan melakukan transaksi jual-beli cryptocurrency sebagai aset investasi, selama dilakukan melalui platform yang telah terdaftar dan diawasi oleh pemerintah.
Pandangan Hukum Islam terhadap Cryptocurrency
Dalam perspektif hukum Islam, penggunaan cryptocurrency juga menimbulkan perdebatan. Para ulama dan lembaga fatwa memberikan beragam penilaian tergantung pada aspek penggunaan, nilai manfaat, dan risiko yang ditimbulkan.
Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Pada tahun 2021, MUI menetapkan bahwa penggunaan cryptocurrency sebagai alat tukar hukumnya haram. Alasannya adalah karena cryptocurrency mengandung unsur gharar (ketidakjelasan), maisir (spekulasi berlebihan), dan tidak memiliki nilai intrinsik yang jelas.
Namun, MUI juga menyatakan bahwa cryptocurrency dapat digunakan sebagai aset investasi atau komoditas, dengan syarat tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti:
-
Tidak digunakan untuk aktivitas yang diharamkan
-
Tidak merugikan salah satu pihak secara zalim
-
Jelas akad dan objek transaksinya
Pendapat Ulama Lain
Sebagian ulama di luar Indonesia berpendapat bahwa cryptocurrency bisa dibolehkan, baik sebagai alat tukar maupun investasi, jika memenuhi syarat kejelasan, keadilan, dan tidak menimbulkan kerugian berlebihan. Mereka menekankan pentingnya niat, konteks penggunaan, dan kontrol terhadap risiko.
Kesamaan dan Perbedaan Pandangan
Baik hukum nasional maupun hukum Islam di Indonesia sama-sama menolak cryptocurrency sebagai alat pembayaran resmi. Keduanya juga membuka ruang untuk memperlakukannya sebagai aset atau komoditas, asalkan memenuhi regulasi negara dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam. Perbedaannya terletak pada dasar pertimbangan: hukum nasional menekankan pada legalitas dan stabilitas moneter, sementara hukum Islam lebih menekankan aspek etika, keadilan, dan kehalalan transaksi.
Kesimpulan
Cryptocurrency telah menjadi bagian dari dinamika baru dalam dunia keuangan. Di Indonesia, penggunaannya sebagai alat tukar dilarang oleh hukum nasional maupun hukum Islam. Namun, sebagai komoditas atau instrumen investasi, cryptocurrency masih memungkinkan untuk digunakan, dengan syarat tertentu.
Bagi umat Islam di era digital, memahami posisi hukum ini sangat penting agar tidak terjebak dalam praktik yang bertentangan dengan syariat maupun hukum negara. Literasi digital dan pemahaman fikih muamalah perlu terus ditingkatkan agar setiap inovasi teknologi bisa dimanfaatkan secara bijak dan halal.
Teknologi adalah alat, bukan tujuan. Maka dalam setiap kemajuan yang terjadi, termasuk cryptocurrency, umat Islam dituntut untuk bijak dalam menyikapinya. Menjaga prinsip halal-haram, menghindari riba dan gharar, serta mematuhi peraturan negara adalah jalan tengah yang bisa diambil agar kita tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Islam dalam menghadapi perubahan zaman.
